The Art of The Start: 8 Hal yang Harus Anda Perhatikan Ketika Memulai Usaha
Nama: Bagus Widiyanto. 14.12.8213
Abstrak:
Memulai bisnis sering menjadi momok karena beberapa ketakutan yang dihadapi pebisnis baru. Seperti tidak ada modal, takut bersaing dengan perusahaan besar, dll. Sebenarnya banyak cara yang dapat ditempuh untuk memulai bisnis. Bahkan memulai bisnis dapat dimulai tanpa menggunakan modal. Salah satunya adalah pandai berbicara dan ulet. Kreatifitas juga dituntut agar bisnis kita tidak tertinggal dan terkubur oleh perusahaan/pebisnis kuat. Tentunya butuh perjuangan besar, maka dari itu banyak pebisnis baru yang gagal dalam membangun bisnisnya.
Anda harus berekperimen. Eksperimen tidak hanya dilakukan di lab saja, anda juga harus memulai eksperimen dengan bisnis anda. Memberikannya sentuhan-sentuhan kreatif. Dan jangan terlalu bayak berpikir, lakukan. Atau itu hanya akan menjadi rencana semata.
Visit My Campus =>
Amikom
1. Ide Harus Besar, Tapi Tetap Membumi
Sewaktu
memulai usaha, terus terang saya dan rekan-rekan saya memiliki segudang
ide besar. Yang mungkin saking besar nya, tidak cukup realistis dengan
kenyataan di pasar. Produk yang kami bawa memang bagus secara teknologi,
tapi hampir-hampir tidak bisa dijual. Memiliki ide besar boleh, tapi
jangan sampai melupakan realitas pasar, karena ujung-ujung nya kita
harus menjual sesuatu.
Untuk tidak mengulang kesalahan semacam itu, paling tidak kita harus memperhatikan:
Pertama:
Apa sebenarnya produknya? Menjawab ini saja bagi saya dulu, kadang
sulit. Mungkin saking ingin menerapkan prinsip “apa lu mau gua ada”,
sampai-sampai sosok “binatang” nya apa tidak jelas. Dari A – Z ingin di
cover semua, sampai bingung sendiri kalau harus diceritakan ke calon
pelanggan. Kalau kita saja bingung, gimana yang mau beli?
Kedua:
Produk ini mau dijual kesiapa? Siapa yang memerlukan? Kadang-kadang kami
di bidang IT saking asik nya menciptakan produk dengan teknologi
terkini, sampai lupa siapa sebenarnya yang memerlukan produk ini. Kami
mencipta karena kami bisa, bukan karena ada pihak yang memerlukan.
Ketiga:
Kira-kira berapa nilai pasarnya? Wah, musti riset pasar? Iya, tapi bisa
riset pasar kecil-kecilan, tanpa bayar konsultan. Artinya, secara
sederhana kita bisa mengukur sendiri, pihak yang memerlukan produk yang
kita jual, sebenarnya bersedia membayar berapa. Jangan-jangan butuh sih
butuh, tapi kalau disuruh beli tidak mau. Dan selanjutnya kita juga
perlu tahu ada berapa banyak potensi pelanggan di area yang jadi sasaran
kita.
Keempat: Bagaimana persaingannya? Siapa saja pemain lama
yang lebih dulu ada. Seberapa banyak mereka menguasai pasar yang jadi
sasaran tadi. Apakah pasarnya tetap, berkembang, atau malah sedang
menyusut.
Kelima: Mengapa produk kita lebih baik dibanding produk
pesaing? Apa keunikan-nya? Apa kelebihannya? Apa USP nya? dsb.
Bagaimana strategi kita untuk membawa produk kita ke pasar tadi. Apa
irresistible sensational offer yang ingin kita sampaikan ke pelanggan
potensial kita?
Kelima hal tadi kalau Anda tulis, sudah sama
isinya dengan rencana pemasaran. Memang tidak canggih, tapi cukup untuk
membumikan ide besar kita.
Visit My Campus =>
Amikom
2. “Isi” Lebih Penting dari “Bungkusan”
Lho
bukannya sudah jelas? Kalau makan Duren, mending isinya apa kulitnya?
Ya tentu isi nya. Untuk kasus Duren sepertinya jelas. Nah, tapi bagi
para pebisnis pemula, godaannya justru seringkali adalah bagaimana
memiliki bungkusan yang bagus, entah ada isi nya atau tidak.
Sewaktu
baru mendirikan usaha, saya memiliki pemahaman, bahwa yang namanya
usaha, kantor, harus langsung dilengkapi infrastruktur yang lengkap.
Sekalipun baru berdiri. Yang penting bungkusnya dulu.
Tidak ada
yang salah sebenarnya, apabila usaha nya berjalan dengan baik. Tapi
dalam kasus saya dulu, karena revenue tak kunjung tiba, sementara
“tongkrongan” kantor sudah terlanjur keren, kemana-mana pake jas. Malah
jadi mirip main kantor-kantor-an … hehehe.
Saya belajar bahwa
ternyata percuma buang-buang resources demi “bungkusan”, kalau tidak ada
isi nya. Jangan sampai perusahaan seolah menjadi bungkusan besar,
padahal isi nya tidak ada. Kantor nya bagus, karyawan banyak, bos nya
naik mercy semua. Tapi revenue nya secara konsisten selalu kecil. Ya
percuma. Sebaliknya, tanpa memaksakan diri untuk “main kantor-kantoran”,
bungkusan toh akan membesar sendiri ketika isi nya memang sudah besar.
Tanpa perlu kita paksakan.
Visit My Campus =>
Amikom
3. Modal tidak Selalu Berupa Uang
Pertanyaan
klasik yang selalu disampaikan dalam setiap diskusi yang pernah saya
lakukan adalah: “Bagaimana memulai usaha, sementara saya tidak punya
modal.” Atau “Bagaimana mau memulai, Saya tidak punya uang?”
Setelah
menjalani usaha, Anda akan paham bahwa modal awal tidak selalu berupa
uang. Dalam pengalaman saya, ketika saya mencoba menginvestasikan
segenap sumber-daya keuangan yang saya miliki, sampai habis-habis an,
ternyata usaha yang saya rintis malah tidak menghasilkan. Mungkin karena
sebagian besar habis untuk main kantor-kantoran tadi. Tapi justru pada
saat saya kehabisan sumber-daya uang, dan tinggal mengandalkan
sumber-daya ide dan jaringan kerja, usaha saya malah mulai berjalan.
Jadi
menurut saya modal utama yang harus dimiliki adalah idea atau gagasan.
Dan ide ini diproduksi oleh otak kita sendiri, gratis. Kalau Anda saat
ini belum punya ide, tidak apa2. Masih punya otak kan? Karena selama
masih punya otak, ide nanti akan dating sendiri, tentunya kalau kita
stimulasi terus menerus melalui baca buku, diskusi dan brainstorming
dengan teman-teman. Kalau setelah di cek ternyata otak juga sudah tidak
punya, nah itu soal lain.
Saya percaya kalau sebuah ide terbukti
dapat menghasilkan uang, maka dengan sendiri nya akan menarik hal-hal
lain untuk mendukungnya. Termasuk menarik pemilik modal berupa uang yang
kita perlukan.
Nah, dengan demikian kita juga harus punya skill
untuk menjual gagasan. Ide atau gagasan tadi harus kita sampaikan kepada
orang yang tepat, dengan cara yang tepat, pada waktu yang tepat. Jadi
kalau mau mulai usaha harus terbiasa menyampaikan gagasan secara lisan,
tertulis ataupun melalui demo. Ini skill yang tidak mudah, tapi bisa
dilatih dan dipelajari.
Visit My Campus =>
Amikom
4. Anda Bukan Superman
Mungkin
saja, di tempat kerja sebelumnya kita dikenal memiliki keahlian teknis
yang baik. Bisa jadi kita adalah engineer dengan segudang keahlian dan
sertifikasi di tangan. Tapi seorang teknisi yang baik, seandainya
kemudian diminta untuk duduk di jajaran management, belum tentu akan
menjadi manager yang baik.
Sebagai manager, bukan lagi skill
teknis yang harus dikuasai, namun lebih banyak strategi dan taktik
bagaimana bisa mendapat hasil melalui orang lain. Namun, manager yang
baik belum tentu bisa menjadi pewirausaha yang baik juga. Karena sebagai
pewirausaha, tidak lagi bagaimana mengurus hari ini, tapi harus
berorientasi masa depan, lebih banyak berurusan dengan visi, mau dibawa
kemana perusahaan.
Programmer yang hebat, tidak selalu adalah
seorang project manager yang hebat juga, project manager yang sukses
dalam berbagai implementasi, belum tentu akan menjadi pewirausaha
handal. Ketiganya adalah sosok berbeda. Dan jika Anda tidak bisa menjadi
ketiganya, maka Anda butuh orang lain untuk menjadi partner usaha Anda.
Kalau Anda jago dibidang pengembangan, dan hanya mau bekerja dalam hal
pengembangan, maka Anda butuh partner yang menguasai pengelolaan sumber
daya, pemasaran, keuangan, dsb.
Berpartner dalam usaha tidak
mudah. Usaha pertama saya, yang didirikan oleh empat partner, tidak
berjalan dengan baik. Kami memutuskan berpisah di depan. Karena sungguh
sulit menyatukan ide 4 kepala.
Untuk bisa berjalan dengan baik,
kata kunci nya adalah adanya rasa saling percaya (“trust”), dan
toleransi. Toh kita bukan Superman. Kita bukan manusia sempurna, maka
kita juga harus bisa menerima ketidak-sempurnaan partner kita.
Visit My Campus =>
Amikom
5. Manfaatkan Jaringan
Yang
saya lupakan pada tahap awal membangun usaha adalah kedekatan dengan
jaringan kerja. Padahal, dikemudian hari terbukti, jaringan adalah modal
yang sangat berharga.
Pertama, kita harus mengenal komunitas
pelanggan kita. Kalau perlu hadir dalam pertemuan-pertemuan mereka, jika
ada. Berinteraksi dengan intens dengan mereka. Supaya kita dapat
memahami “what’s hot” dan dapat segera merespon dengan produk atau
solusi yang kita tawarkan.
Kedua, kita juga harus dikenal
dikalangan usaha sejenis. Penting untuk eksis dan dikenal oleh
perusahaan-perusahaan sejenis, terutama yang sudah lebih dulu maju. Kita
harus bersikap kooperatif, bukan kompetitif. Kalau keahlian kita sudah
dikenal, jangan heran, seringkali pekerjaan-pekerjaan penting bisa
datang dari kerjasama dengan perusahaan sejenis.
Ketiga, kita
juga harus eksis dimata pemilik modal. Apakah itu bank, lembaga
keuangan, ataupun pribadi-pribadi yang punya uang tapi bingung mau
bisnis apa. Track record kita dimata mereka harus baik. Pada masa
pertumbuhan, dukungan mereka akan penting.
Keempat, kita juga
harus dekat dengan pihak-pihak yang berpotensi membantu pemasaran produk
kita. Apakah itu sebagai partner, agent atau reseller.
Kelima,
kalau kita memerlukan produk dari pihak ketiga, maka kita harus dekat
dengan jaringan supplier. Jika ada, maka bagus lagi masuk dalam
komunitas supplier, sehingga kita tidak bergantung pada satu pihak saja.
Visit My Campus =>
Amikom
6. Jangan Malu Untuk “Narsis”
Banyak
teman pelaku usaha IT yang saya tahu sangat hebat dalam menciptakan
produk. Sayangnya mereka terlalu “malu-malu kucing”. Nah, kalau sudah
menjadi pewirausaha, saatnya untuk “narsis-narsis macan”.
Bagaimana
orang tahu Anda punya produk hebat, kalau Anda simpan untuk diri
sendiri. Tampilkan diri Anda dan produk Anda, supaya dikenal. Dengan
demikian Anda sudah membantu mempermudah hidup orang yang sedang mencari
produk Anda.
Tidak perlu iklan yang mahal. Rajin-rajin lah
berbagi tentang apa yang Anda sukai. Baik secara offline maupun online.
Rajinlah menulis, berkomentar di milis, dan berbicara tentang topik yang
Anda kuasai, terkait bisnis Anda. Bagikan ilmunya secara gratis, tidak
usah terlalu memikirkan uangnya dulu. Setelah Anda mendapatkan atensi
dan reputasi, maka uang akan mengikuti.
Visit My Campus =>
Amikom
7. Tetap fleksibel
Selama
perjalanan Anda dalam berbisnis, tetaplah fleksibel. Memang Anda
disarankan untuk merumuskan tujuan yang jelas, sehingga tahu persis aksi
apa yang harus dilakukan. Namun tujuan bukanlah peta mati yang
membatasi gerak Anda. Lebih sesuai kita sebut tujuan tadi adalah kompas
yang menunjuk kemana Anda akan menuju. Jika di tengah jalan ada kejutan?
Ya, improvisasi-lah.
Pada waktu memulai usaha IT, saya berniat
berjualan system untuk remote trading. Eh ternyata gagal. Kemudian,
sempat membangun visi untuk menjadi penyedia solusi mobile. Kurang
greng. Memposisikan sebagai web application developer, lumayan, tapi
sedikit “kurang gizi”. Maklum baru nyari bentuk. Ketika ada peluang
masuk ke market IT Service Management dan IT Asset Management, dan kita
coba. Ternyata berjalan. Dan segala rintisan yang sudah dijalani pun
seperti menemukan momentum.
Bisnis memang lebih banyak kejutan,
dibanding peristiwa “sesuai scenario”. Coba kalau saya “fanatik” hanya
mau jualan solusi remote trading, misalnya. Demi visi, cita-cita, dan
tujuan sakral yang tdk boleh diganggu gugat misalnya. Entah apa yang
akan terjadi. Saya memutuskan tujuan menjadi guide saya, tanpa menolak
peluang yang hadir ditengah perjalanan.
Visit My Campus =>
Amikom
8. Think Big – Start Small – Act Now.
Punya
rencana besar kalau tidak dilaksanakan percuma. Saya dulu sempat
dikenal sebagai tukang bikin rencana. Mudah sekali saya memunculkan
ide-ide bisnis. Yang tidak satupun saya kerjakan.
Sampai suatu
hari ada teman mengingatkan. Stop berwacana. Kerjakan. Nah, ini yang
bikin bingung. Memang kalau mau dikerjakan semua jadi bingung. Maka
cita-cita besar kita harus coba dipecah dalam rencana-rencana kecil. Dan
yang kecil-kecil ini dulu yang kita kerjakan.
Ingin punya online
store buku nomer satu di Indonesia? Sebuah cita-cita besar. Tapi
langkah pertamanya apa? Karena online store Anda tidak bisa tiba2 muncul
begitu saja. Anda bisa pecah dalam “start small”. Menyusun catalog buku
yang akan dijual? Merancang tampilan? Memilih aplikasi online store
yang cocok? Membeli domain? Memesan hosting? Dan sebagainya. Ketika
dipecah menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil, semua jadi masuk akal untuk
dikerjakan.
Nah, kapan mulainya? Ya sekarang! Semua bisa
dikerjakan sekarang. Belum punya uang untuk beli domain, bisa merancang
tampilan dulu. Belum bisa aplikasi online store, bisa belajar dulu, dsb.
Jadi, Think Big – Start Small – Act Now!
Lalu, mengapa masih membaca tulisan saya ini. Ayo mulai kerjakan sekarang!
Sumber: http://fauzirachmanto.blogspot.com/2009/10/art-of-art-8-hal-yang-harus-anda.html
Visit My Campus =>
Amikom